Kompas Cyber Media
Senin, 13 Oktober 2003
Bila penduduk pedalaman di Afrika tidak memperoleh keuntungan dari ekoturisme, maka penurunan jumlah singa secara drastis akan berlanjut, demikian diungkapkan peneliti Inggris. Meski saat ini terdapat sekitar 20.000 singa di seluruh Afrika, namun jumlah itu jauh lebih kecil dibanding tahun 1980-an dimana populasi singa mencapai 200.000 ekor.
"Bila singa-singa itu diletakkan dalam satu ruangan, maka angka 20.000 mungkin terdengar sangat banyak. Namun kita berbicara dalam pengertian benua, sehingga angka itu menjadi sangat kecil," kata Profesor David Macdonald, direktur WildCRU atau Wildlife Conservation Research Unit di Universitas Oxford.
Ancaman terbesar yang dihadapi singa-singa itu adalah perburuan dan konflik dengan para penduduk yang mempertahankan ternaknya. Singa memburu ternak karena wilayah perburuan mereka terdesak oleh pemukiman penduduk. Menurut Profesor Macdonald, para pemburu biasanya lebih suka menembak singa jantan. Data mengenai kebiasaan ini diperoleh setelah tim peneliti melakukan study di wilayah-wilayah konservasi singa di Zimbabwe dan Botswana selama lima tahun.
Lebih buruk lagi, para pemburu seringkali tidak peduli apakah singa yang mereka tembak itu adalah singa yang sedang diteliti (ditandai dengan adanya kalung putih) atau bukan. Di Taman Nasional Hwange, Zimbabwe misalnya, 63 persen singa yang ditembak adalah singa-singa jantan berkalung. Selain karena lebih bergengsi, singa jantan lebih banyak diburu sebab singa-singa ini memiliki wilayah jelajah yang lebih luas dibanding singa betina. Mereka bergerak dalam area hingga 1.000 kilometer persegi, atau sekitar tiga kali jelajah singa betina, dan kadang-kadang keluar dari tempat yang dilindungi dan masuk ke daerah perburuan.
Akibatnya makin sedikit singa jantan yang ditemukan di Afrika. Padahal singa jantan mempunyai peran penting dalam kelompok yakni sebagai penjaga wilayah dan penerus garis keturunan. WildCRU memperkirakan saat ini ada sekitar 42 singa jantan dewasa di Hwange, dimana antara tahun 1998 dan 2002, quota perburuan di sana mencapai 63 ekor singa. Jumlah yang boleh ditembak itu jauh melebihi rekomendasi yang menyebutkan hanya 4 hingga 10 persen singa jantan dewasa boleh diburu. Belum lagi singa yang diburu penduduk karena menyerang ternak mereka. Dikatakan WildCRU, bila jumlah perburuan tidak diturunkan dan masyarakat tidak diajarkan hidup bersama singa, maka binatang itu akan punah seperti halnya srigala, lynx dan beruang yang dibasmi dari Inggris beberapa abad lalu karena dianggap hama.
"Binatang pemangsa di Afrika bakal mengalami nasib serupa dengan binatang-binatang buas kita yang punah karena kalah bersaing dengan manusia," tulis WildCRU.
Dalam penelitian selama empat tahun di Taman Nasional Makgadikgadi, Botswana, tim menemukan bahwa kebanyakan singa mati karena diracun, dijebak atau ditembak. Tidak ada satupun yang mati karena kelaparan, penyakit, atau luka. Alasan para penduduk membunuh singa adalah karena binatang ini seringkali memangsa ternak mereka. Di lain pihak, wilayah perburuan singa makin terdesak karena pemukiman yang makin melebar. Karena sulit menemukan mangsa dan ada mangsa lain yang lebih mudah, maka singa sering mengunjungi pemukiman untuk berburu ternak.
Nah, agar manusia tidak lagi menganggap singa sebagai musuh, maka satu-satunya cara adalah membuat wilayah itu sebagai tempat wisata alam, dimana manusia bisa memperoleh keuntungan dari singa. "Bila mereka mendapat uang dari turis yang ingin melihat singa, maka mereka pasti akan berhenti memburunya," ujar Profesor Macdonald.